Oleh-Oleh dari Kampus Fiksi Emas 2016

Mimpi

Semalam aku bermimpi, bertemu seorang lelaki yang terbentuk dari air. Namanya Herlindung, seorang bapak berwajah tegas nan berhati lembut. Dia ingin menemui anaknya, tapi ia tak sanggup. Ia tak tega membuat anaknya ketakutan karena ia dikabarkan telah tiada. Ditelan pusaran air.

Berawal dari mimpi, aku berkeinginan menjadi seorang penulis. Sayangnya, impianku itu takkan tercapai apabila aku terlalu banyak tertidur dan bermimpi saja. Sudah saatnya bangun dan mulai menuliskan mimpiku pada lembaran kertas, misalnya menjadi cerita fiksimini di atas. Setidaknya, mimpiku akan tercatat dalam tulisan ketika cerita itu memudar dalam ingatanku, tertimbun oleh kenangan-kenangan yang lebih penting.

Berhenti membahas mimpi dan beralih membahas upaya untuk meraihnya. Salahsatunya dengan mengikuti pelatihan kepenulisan. Menulis fiksi tak hanya sekadar berkhayal, diperlukan wawasan yang luas untuk menghasilkan cerita fiksi yang tetap logis dan bagus. Melalui pelatihan kepenulisan, banyak ilmu tentang teknis menulis dan wawasan terkait dunia literasi yang dapat diperoleh dari para narasumber.

Biarpun boleh dibilang terlambat, aku ingin menuliskan tentang kegiatan Kampus Fiksi Emas 3 yang diadakan oleh penerbit Divapress pada tanggal 24 April 2016. Sekadar postingan pemantik ingatan bagi diriku yang pelupa.

Acara Kampus Fiksi Emas 3 bertempat di De Nanny Resto, Yogyakarta. Aku berangkat dari Kutoarjo menggunakan kereta api Prameks jam 6 pagi dilanjutkan menumpang Gojek yang mengantarku ke lokasi acara. Kampus Fiksi Emas merupakan acara tahunan yang rutin diadakan dalam rangka ulang tahun Kampus Fiksi sebagai ajang reuni para alumni dan peluncuran kumcer terbaik Kampus Fiksi Emas. Acara ini menghadirkan 3 narasumber yaitu: Aan Mansyur, Faisal Oddang, dan Seno Gumira Ajidarma.

Satu per satu narasumber berbagi pengalaman tentang dunia kepenulisan. Dimulai dengan Aan Mansyur yang berbagi cerita mengenai seluk beluk puisi. Aan menceritakan pengalamannya ketika menggarap buku-bukunya, salahsatunya buku “Tak Ada New York Hari Ini” yang memuat puisi-puisi yang dibaca Rangga dalam film “Ada Apa Dengan Cinta 2”. Aan Mansyur bercerita bahwa dirinya sempat kesulitan membuat puisi dikarenakan adanya masalah dalam mengingat sesuatu. Aan memiliki cara yang berbeda dalam mengingat suatu hal yaitu dengan istilah “clue”. Aan yang mengaku pelupa, sering mengaitkan sebuah peristiwa dengan sebuah “clue” untuk memantik ingatan pada peristiwa itu. Misalnya, Aan memakai “clue” buku kuning untuk mengenang kisah masa kecilnya. Aan juga bercerita bahwa dirinya seorang introvert yang menyukai menulis dalam kesunyian.

Selanjutnya, giliran Faisal Oddang berbagi pengalamannya. Oddang bercerita tentang sumber inspirasi tulisannya berasal dari pohon. Dalam salahsatu cerpennya yang berjudul “Di Tubuh Tara, Dalam Rahim Pohon” menceritakan kisah pohon yang kental dengan nuansa budaya dan lokalitas. Cerpen tersebut meraih penghargaan sebagai cerpen terbaik Kompas 2014. Oddang juga bercerita bahwa ia sering menulis ketika mendapati keresahan di lingkungannya, daripada sekadar nyinyir atau ngerundel lebih baik dituliskan menjadi cerpen, siapa tahu malah bisa menghasilkan honor bila dimuat di media. Berbeda dengan Aan, Oddang lebih menyukai keramaian untuk menulis.

Rangkaian acara Kampus Fiksi Emas 3 dijeda sejenak guna memberikan kesempatan kepada hadirin untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Acara dilanjutkan dengan sesi bersama Seno Gumira Ajidarma. Topik pembahasan masih seputar ranah fiksi. Seno menuturkan bahwa menulis serupa dengan curhat, yaitu mencurahkan isi hati menjadi sebuah tulisan. Yang membedakan bobot tulisan curhatan itu adalah tujuannya, ditujukan kepada siapa dan untuk apa. Bila ditujukan untuk memikat hati gebetan, maka sebatas rayuan sajalah hasilnya. Dan jika ditujukan dengan motivasi yang lebih berbobot maka hasilnya juga akan lebih berbobot. Hasil dari kerja keras menciptakan suatu karya takkan mengkhianati prosesnya. Seno kemudian bercerita tentang proses beliau menggarap karya berjudul Rahvayana, kisah Ramayana yang dituturkan secara unik dan berbeda dari pakemnya.

Adapula sesi tanya jawab kepada narasumber yang menambah wawasan dan memuaskan rasa ingin tahu hadirin hingga penutupan acara Kampus Fiksi Emas 2016. Usai acara, hadirin dipersilakan berfoto-foto di lokasi. Penyelenggara Kampus Fiksi membekali hadirin dengan bingkisan berisi 50buku sebagai kenang-kenangan dari acara tersebut.

Menjajal Aplikasi Japhotext(Jawa Photo Text)

Menjajal aplikasi karya Pak Muslih dari grup Facebook “Sinau Nulis Jawa”. Aplikasi ini bernama “Japhotext-SNJ” (Jawa Photo Text-Sinau Nulis Jawa), merupakan aplikasi editing gambar atau foto menggunakan aksara Jawa dan aksara lainnya. Aplikasi berukuran 20,33MB ini kompatibel dengan ponsel android jellybean 4.2 ke atas dan bisa digunakan secara offline. Pengguna dapat menuliskan aksara Jawa tanpa menginstal font-font khusus. Pengguna juga tak perlu bingung saat menuliskan aksara pasangan karena cukup memakai aksara pangkon, maka aksara selanjutnya akan otomatis menjadi pasangan.

Mungkin ada sedikit perbedaan dengan aksara Jawa yang pernah diajarkan di bangku sekolah dulu dikarenakan aksara dalam aplikasi ini menggunakan aksara Jawa unicode yang merupakan aksara Jawa yang dikembangkan secara digital oleh para penggiat SNJ. Aplikasi ini dilengkapi dengan aneka template, tema, latar, bingkai, dan stiker yang menarik. Pengguna dapat leluasa menambahkan huruf-huruf maupun aksara Jawa beraneka warna untuk mempercantik fotonya. Dengan aplikasi ini, pengguna dapat mengedit foto sembari mengingat kembali pelajaran menulis aksara Jawa di sekolah dulu.

Pengguna dapat mengunduh aplikasi ini dalam dokumen grup Facebook Sinau Nulis Jawa( Yuk ikut melestarikan aksara Jawa yuk. Dengan aplikasi ini kita bisa menulis Jawa HP Tanpa Root loch. kamu bisa 

Download disini

https://www.facebook.com/groups/sinau.nulis.jawa

Nama filenya ini=com.japhotex.pro.multibasa.textanapoto)